LPRS 5

    Di Televisi, Sidang Isbat baru saja purna dan menetapkan besok telah memasuki bulan Syawal menurut penanggalan Hijriah, dan itu berarti Lebaran telah telah didepan mata, tak lama kemudian gemah Takbir berkumandang beriringan dengan tabuh beduk bertalu-talu.

    Ucapan selamat lebaran mulai berdatangan melauli Pesan Whatsapp yang berjibun menuntut untuk di balas dengan ucapan yang sama. Tapi aku hanya membalasnya melalui snap yang kubuat dengan kata "Mulai dari nol lagi ya". Iya, hanya kata sesingkat itu dan aku rasa semua yang membacanya juga akan mengerti itu sebuah ucapan selamat hari lebaran.

    Di sepanjang jalan kenangan, eh salah maksudnya di sepanjang jalan Yos Sudarso (nama jalan utama di kota Lubuk Linggau), susana riuh oleh deru kendaraan yang berkonvoi mengelilingi kota di iringi suara Takbir menandakan kemenangan telah tiba. Sungguh malam itu menjadi malam yang penuh semarak dan menjadi momen kegembiraan bagi mereka yang telah menyempurnakan puasanya sebagai kewajibannya, seorang muslim yang beriman.

    Jam 6 pagi, Aku dan keluarga sudah siap dengan pakaian terbaik, menuju masjid yang sekitar seratus meter dari rumah demi menjalankan ibadah shalat Ied. Takbir tak henti-henti bergema, membuat semesta ikut merasakan aura kemenangan dengan menyuguhkan kesejukan mengiri langkah kaki yang berjalan menuju sumber suara takbir yang seolah memanggil setiap jiwa kembali menjadi fitrah. Hari ini masjid akan sesak dipenuhi manusia yang entah sudah berapa lama ia tak menapaki kakinya di tempat suci ini, "Tuhan akan terpesona melihat momen ini, dan malaikat akan bahagia oleh suasana yang langkah ini". 

    Shalat Ied telah usai, semarak Lebaran semakin sempurna dengan terbukanya semua pintu rumah menyambut kedatangan sanak saudara dan tetangga untuk bertamu, bertemu merajut kembali tali silaturahmi, saling maaf-memaafkan dan bergugurlah semua salah dan khilaf yang pernah tersirat diantara aku kau kita dan mereka. 

    Kakiku rasanya hampir tak bisa lagi melangkah sebab sedari tadi sejak keluar dari masjid para tetangga telah menunggu di beranda rumah, mengajak setiap orang yang di kenalnya singgah dan mengajak sedikit bercengkrama sambil memakan makanan yang terhidang di meja ruang tamu. Mungkin hampir belasan rumah kami singgahi, aku tak mungkin menolak sebab aku sedang bersama keluargaku.

    Akhirnya sampai pula aku di rumah, memerlukan waktu sekitar satu jam lebih dari masjid yang berjarak seratus meter dari rumah, padahal di hari biasa aku hanya butuh waktu sekitar lima menit. "Ah, setiap Lebaran memang selalu begitu, semua orang mendadak baik dan ramah dari biasanya. andai saja tradisi seperti lebaran di pertahankan dan menjadi suatu kebiasaan sehari-hari, alangkah indahnya manusia menjalani kehidupan." Sudahlah aku memang jago berkhayal.

    Seperti biasa, Wulan datang selalu dengan tiba-tiba. Padahal tadi saat aku mampir kerumahnya usai shalat Ied, ku ajak untuk main ke rumah ia seolah-olah tak mengiyakan ajakan ku, Dasar Aneh. 

"Damaaar!!" Panggilnya dari balik pintu kamarku dengan suara manja

"Kan, kebiasaan ngageti wong". Jawabku jengkel

"Ngapo, nak marah? yo dem aku balek be man dak boleh maen kesini." Dengan nada cengengesan

"Tadi pas diajak serempak kesini dak galak." sambutku sambil keluar dari kamar dengan wajah agak kesal.

"Nengok raih wong kesal ah, senang nian aku nengok kau marah." Ia menimpali sembari menatapku dengan wajah puas.

"Dem lah, kegalaan. Mentanglah aku nih dak pacak marah laju tambah jadi ngucaki". 

    Lalu, kamipun duduk di sofa ruang tamu. Ayah dan Ibu juga duduk bersebelahan sedang aku dan Wulan duduk tepat berhadapan dengan mereka. Ibu memulai percakapan dengan melemparkan pujian lalu menanyakan beberapa pertanyaan pada Wulan yang berkaitan dengan kuliahnya. 

"Wai, la cantik nian wulan sekarang nih". Ibu memuji lalu dilanjutkan dengan pertanyaan "Di Bandung kuliah di mano, Lan?"

"Wulan kuliah di STDI, Ma." sambutnya sambil senyum karena dapat pujian dari Ibu.

    STDI adalah singkatan dari Sekolah Tinggi Desain Indonesia, terletak di Kota Bandung, Jawa Barat. Kampus ini menyelenggarakan pendidikan desain peminatan, salah satunya Jurusan Desain Komunikasi Fashion dengan program S1 yang sedang di jalankan  oleh Wulan.

"Oh, Ambek jurusan apo wulan disano?"

"Jurusan Desain Komunikasi Fashion, Ma." 

"Wai, calon Perancang Busana berarti Wulan nih". Ibu kembali memuji

"Amin. Mudah-mudahan, Ma. Minta doanyo biar lancar Wulan kuliahnyo". jawab Wulan dengan lembut

"Selalu, kalo untuk kebaikan anak-anak nih pasti selau di doa'i". Ibu menimpali dengan senyuman.


    Wulan memang tak asing lagi bagi keluargaku, apalagi dengan Ibuku, Wulan sudah di anggap seperti anak sendiri oleh Ibu. Kadang saking dekatnya Wulan dengan Ibu, aku sering dibuatnya cemburu sosial dibutnya, manja Wulan terlalu berlebihan pada Ibuku, tapi Ibu malah senang dengan sikap Wulan. 


    Di sela percakapan antara Ibu dan Wulan kami kedatangan tamu lainya, kulihat mobil berwarna pink perlahan parkir di depan rumah, dan siapa lagi kalau bukan si Bella. Terlihat ia keluar dari mobil sendirian tapi ada yang berbeda dari biasanya, dan itu membuatku pangling. Bagaimana tidak, penampilannya tampak berubah 180 derajat yang biasanya berpakaian seksi dan sedikit tato terlihat di tangan kirinya dan lehernya tapi kali ini aku benar-benar tertegun memandangnya. Bella datang dengan busana muslimah yang serba tertutup, Anggunnya membuatku terpesona, aku seperti sedang berada di alam mimpi dan berulang kali hatiku berbisik "Ini benar-benar Bella?". Sampai-sampai Ibu pun bertanya pada ku.

"Mar, siapo itu kok mirip dengan Bella?" Tanya Ibu meyakinkan hatinya

"Lah, itu emang Bella ma". Aku meyakinkannya

"Ah, Maso Bella. Kan biasonyo dak cak itu penampilanyo". Ibu masih belum yakin

    Aku tak sempat lagi membalas pertanyaan ibu, sebab gadis yang sedang kami bicarakan telah didepan pintu lalu mengucapkan salam.

"Assalamualaikum".

"Waalaikum salam". Kami menjawab salam serentak.

"Masok Bell, dewekan be kesini Bell?" Ku persilahkan ia masuk dan masih dengan rasa penasaran atas penampilannya

"Nanyo apo ngejek, Mar! Emangnyo aku beduo teros apo, kalo kesini". Dengan nada sedikit jengkel karena pertanyaan ku.

"Tumben tampil beda, raso ketemu bidadari aku nengok kau cak ini Bell". Bisik ku sambil mengantarkannya ke tempat duduk

"Dem, dak usah nak melucu. Balek aku man di ejek terus". Ia balas bisikan dengan menyenggol bahuku.


    Sebelum duduk ia terlebih dahulu bersalam-salaman dengan Ayah Ibu dan Wulan, setelah itu barulah ia mengambil tempat duduk di sebelah Wulan. Ibu masih memasang wajah heran terhadap Bella yang berbeda dari biasanya, sedang aku mempersilahkan minum dan menawarkan makanan yang ada di atas meja. Ibuku orangnya tak suka memendam rasa penasaran, tak ayal Bella yang sedang menikmati makanan terhenti sejenak oleh pertanyaan Ibu. 

“Bella!!”. Ibu memulai 

“Iyo buk”. sahut Bella

“Nah, Bella nian ini Mar”. Sambil menatap padaku 

“Ah, Ibu nih hobi nian becanda”. Bella menjawab dan kembali melahap makanannya

  

“Biaso Bell, cak dak tau mama be”. Aku ikut menimpali 

“Cantik nian Bella hari ini nak, Ibu be nyampe dak cayo tadi kalo yang datang nih Bella”. Ibu menersukan pembicaraan dengan memuji 

“Ai pcak nin ibu nih, laju malu”. Jawab Bella dengan senyum malu 

“Serius Ibu nih Bell, suka nian Ibu nengok penampilan Bella hari ini!” Pujian Ibu semakin menjadi 

    Tiada angin tiada hujan, Ayah yang sedari tadi hanya menyimak perbincangan dari awal tiba-tiba mengeluarkan pernyataan yang sama sekali tak terduga sehingga menambah hangat obrolan di ruang tamu itu. 

“Nah la mama, tambah bingung nentuin siapo yang cocok jadi menantu”. Ayah dengan santai mememotong pembicaraan. 

“Iyo nian pa, caknyo butuh sholat istikharah dulu nak nentuinnyo nih”. Jawab Ibu sambil tertawa ringan 

    Aku jadi salah tingkah oleh banyolan Ayah dan Ibu, Bella dan Wulan hanya senyum dan menanggapinya dengan santai. Belum lagi reda suasana yang membuat tingkahku berubah, terdengar suara April adik perempuanku dengan lantang menyahut dari kamarnya.

"Cie, Kak Damar. Bingung nih ye nentuin calon mantu buat mama!" Sahutunya sambil cekikikan

"Nah budak kecik nih nyahut pulo yo. Wong becanda bae, Cabe cabe!!". kubalas dengan ledekan

"Ah, yang serius terkadang bermula dari kato maen-maen. Hati memang bukan untuk di pilih, tapi soal cinta itu sebuah pilihan". Lanjutnya dengan mengutip penggalan lirik lagu

"Ai bagus nian kato-kato tu dek, dapat dari mano?" Ibu bertanya yang seolah membela ucapan April

"Dari Fiersa Besari ma, sang pujangga dari kota parahyangan". Ia kembali usil

"Argh, Awas bae kau dek. pasti kakak balas tunggu be" Hanya bisa menggerutu dalam hati


    Susana semakin mencair, canda dan tawa membuat kami melebur di hangatnya momen silaturahmi antara aku Wulan, Bella dan keluargaku. Tak lama setelahnya Ayah dan Ibu meminta diri kembali dalam kesibukannya, sementara aku dan kedua tamu gadisku masih belum beranjak dari tempat duduk yang sama. Di halaman rumah tanpa kusadari Vieri telah memarkirkan motornya dan tamuku bertambah, ku persilahlan Vieri masuk dan duduk sambil menawarkan makan dan minum. 

    Kami kembali dalam obrolan dengan topik baru tentunya, tak lama kemudian Wulan menawarkan pergi ke wisata Air terjun Pengantin ups... salah lagi, Air terjun Temam maksudnya. Aku langsung menyetujui opsinya disusul dengan jawaban Iya dari Bella dan Vieri. 


    Sebelum berangkat, April bergegas keluar dari kamarnya dan menawarkan diri untuk ikut pergi. Aku langsung menolak inginnya dan dengan sedikit rasa dendam oleh ulahnya tadi, maka ku lampiaskan niat usilku padanya.

"Kk Damar!! April Ikut yo, dak asik di rumah dewekan nih. Mano hari lebaran pulo, sepi kawan dak katek yang nak ke rumah. Ikut yo kak" Iya membujukku dengan jurus andalannya (muka memelas).

"Eits, Anak kecik dak boleh ikut. Dem tunggulah di rumah kalu be bentar lagi kawannyo datang". Jawabku seraya meledeknya dengan wajah puas karena dendam akan segera terbalaskan

"Ah payah kak Damar nih, Selalu nganggap April cak budak kecik teros. April nih la besak kak, la kelas duo SMA". Ia membela diri

"Laen kali be, Kami nih kalu balek malam dan dak cuma nak ke Temam be". kutolak dengan alasan

    April memang tak pernah kehilangan akal untuk meraih apa yang ia inginkan termasuk keinginannya untuk ikut bersama kami. Aku tak bisa ia bujuk, lalu ia mengalihkan pandangan pada Wulan yang punya ide.

"Yuk Wulan, ikut yo yuk. bosan nian nah di rumah". Ia membujuk Wulan

"Dem dak usah didengar omongan April tu Lan, paling jago kalo diajak drama". Ku yakinkan Wulan agar tidak mengiyakan bujukan April

"Tanyo samo mama dulu, di izin dak kalo April melok ke Temam. Kalo di izin ayuk ajak". Wulan menawarkan solusi


    April memang punya bakat akting, melalui dramanya, Ibu izinkan April untuk boleh ikut bersama kami. April dengan wajah senang dan aku dengan perasaan risih  karena April ikut pergi bersama kami. Sambil ngedumel

"Ah, dasar anak usil" gerutuku dalam hati.

__________


    Jalanan begitu lengang, suasana ramai oleh kendaraan yang biasanya berlalu lalang tak kutemui di hari lebaran seperti ini, kami cukup menikmati perjalanan menuju Temam dengan nyaman. Di mobil, aku sibuk menjahili adikku April, sesekali Wulan ikut juga menjahilinya sedang di depan terdengar olehku Bella dan Vieri bernostalgia akan kisah mereka saat masih SMP, dan itu cukup mengusik nyamannya perjalan ku.

    Ku lihat mereka begitu bahagia dengan obrolan mereka, aku yang seolah tak mendengar tetap melanjutkan berbinjang dengan April dan Wulan di belakanng. Tak ku hiraukan mereka yang sedang bernostalgia di depan, tapi dalam hati tetap saja risih dan resah menyelimuti perasaanku. Sepertinya Bella dan Vieri semakin menunjukan kedekatannya saja, ditambah dengan suara musik yang liriknya "Aku mohon kepadamu kembalilah kepadaku karna takkan pernah ada yang mampu menggantikanmu, takkan jera aku memintamu tuk teta disini". Ah, sepertinya lagu yang sedang terputar mewakili perasaan Vieri saat ini, tapi apa hakku atas mereka? 

    Lima belas menit kemudian kami sampai pada tujuan, Wisata Air Terjun Temam. Di depan gerbang, Deru suara Air terjun sudah terdengar seolah memanggil kami untuk segera menghampirinya. Sekilas tentang temam, Air terjun temam memiliki ketinggian sekitar 12 meter dengan lebar 26 meter yang diatasnya terdapat jembatan gantung yang membentang sekitar 100 meter, sehingga para pengunjung dapat melihat keindahan Temam dari atas yang hanya berjarak 50 meter.

    Air terjun ini pertama kali di perkenalkan oleh orang belanda sekitar tahun 1920, dulu di areal tersebut merupakan tempat orang-orang belanda berlibur. Temam juga sering kali disebut sebagai Niagara (Air terjun yang terdapat di Kanada yang berbatasan dengan Amerika) mininya Lubuk Linggau, yang di kelilingi bebatuan alam serta pepohonan hijau yang masih alami. Belum lagi saat malam, keindahan Temam menjadi semakin mempesona dengan sinaran lampu warna warni yang hiasi seriap air yang jatuh ke kebawah sungai. Jadi wajar jika masih menjadi tujuan utama wisatawan Domestik dan luar wilayah.

    Kami berlima langsung menuju Air terjun dan menikmati keindahan alam yang tersuguh di depan mata. Wulan memulai dengan rasa takjubnya karena sudah lama ia tak mengunjungi tempat ini.

"Wai, La tambah keren be Temam nih yo. La duo tahun aku dak maen kesini". Wulan memulai dengan takjub

"Ah, kau lemak Lan, baru duo tahun dak kesini. Nah aku, la hampir limo tahun dag nyingok Air Terjun Temam nih!". Sahut Vieri

"Ah, ini lom seberapo di banding suasana malamnyo Lan. Kalo malam ado Lampu warno-warninyo, jadi kejingokan idop Air terjunnyo". Aku menerangkan

"Serius, Mar!!" Seru Wulan dan Vieri serentak

"Iyo, mangkonyo merantau tuh jangan jaoh-jaoh, jadi dak tau perkembangan kota dewek". Aku melanjutkan

    Di kejauhan ku lihat Bella dan April sibuk mengabadikan momen keindahan Air terjun dengan bersua foto, dan kamipun menghampiri mereka dan ikut berselfie ria ala remaja kekinian. April yang paling axis, ia malah membuat vlog yang akan di upload ke akun Instagram miliknya. Kami jadi ikut-ikutan menjadi selegram dadakan oleh April, "Dasar tukang drama" dalam hati.

    Kami kembali mengitari sekitaran air terjun dan berbincang sambil berjalan di atas jembatan, melihat Air terjun dari sudut yang berbeda. Air terjun itu semakin mengesankan jika dilihat dari atas, aku serasa sedang berada di Niagara, tak lupa ku abadikan moment keren itu untukku simpan di galeri smarphone.

    Sekitar tiga meter didepan, aku kembali mendengar Bella dan Vieri kembali berbincang tentang kisah yang pernah mereka lalui bersama, samar-samar terdengar di telingaku.

"Bell, Masih ingat dak dulu kito pernah kesini bareng pas SMP?" Suara Vieri memulai

"Ah, Ingatlah. Aku kalo ingat maso SMP dulu sering tawo-tawo dewek Vier". Sambut Bella

"Seru yo dulu, rasonyo pengen balek ke maso itu lagi". Vieri mengajak Bella bernostalgia

"Ah, yang lalu dak usah di rindu Vier. Biarlah jadi pelajaran untuk lebih baik di maso mendatang". Bella menjelaskan

    Mereka semakin membuat jarak denganku, mungkin membicarakan sesuatu yang sedikit private. Aku mulai menerka-nerka, kembali tanya itu menghampiri dan nampaknya akan segera terjawab tidak lama lagi. 

    Setelah memgabadikan moment, aku hampiri Wulan dan April dan membiarkan Bella dan Vieri sibuk dengan obrolan mereka. Aku Wulan dan April bermain air tepat di sekitaran Air Terjun dengan kegembiraan meski ternoda oleh sedikit rasa resah sebab tanya yang kembali memenuhi ruang berpikirku tentang Bella dan Vieri sedangkan Mereka asik dengan nostalgianya yang bisa saja berujung Indah.

    Di kaki langit, sang Surya perlahan membenamkan diri dibalik cakrawala dan menandakan hari segera berganti wujudnya. Kamipun pulang dan menutup hari dengan segala perasaan senang tentunya. Kembali lagu di mobil seperti peka terhadapku yang sedang menyembunyikan perasaan gelisah, "Ku harus lepaskanmu, melupakan senyummu Semua tentangmu tentangku hanya harap jauh mimpiku mimpimu dengan inginku".

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LPRS 12

LPRS 1

Semi;Colon